Strategi Komunikasi Pembumian Nilai-Nilai Pancasila Kepada Generasi Milenial di Era Digital

Pancasila Dasar Negaraku Pancasila Dasar Negaraku

Jakarta, DJIKP - Propaganda terorisme pasca tragedi WTC 11 September 2001 di Amerika Serikat mengakibatkan munculnya ideologi baru sebagai perlawanan atas ketidakadilan yang terjadi. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa dan mengancam ideologi Pancasila, melalui pengaruh internet yang menjadi media penting bagi penyebaran doktrin radikalisme dan intoleransi yang sering menyasar pelajar dan mahasiswa. 

Survei Tirto Independent Research Survey (2018) menunjukkan sebanyak 14,8% responden tidak ingat Pancasila, namun preferensi mereka terhadap Pancasila cukup baik. Hasil survei Center For Strategic and International Studies (CSIS) di tahun 2017 menunjukkan 90,5% kalangan milenial masih memiliki dukungan kuat terhadap Pancasila. Sisanya, sebanyak 9,5% milenial setuju untuk mengganti Pancasila. Hal ini dinilai oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bahwa penerimaan generasi milenial tentang nilai-nilai Pancasila masih belum optimal.

Oleh karena itu, Wiaji Cahyaningrum, Pranata Humas Ahli Muda di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik melakukan penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Pembumian Nilai-Nilai Pancasila Kepada Generasi Milenial di Era Digital” untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi informasi dan edukasi implementasi nilai-nilai Pancasila kepada kalangan generasi milenial. Teori yang digunakan adalah Two-Way Symmetrical Model, dengan paradigma Konstruktivis. 

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif secara deskriptif, dengan tujuan untuk mengkaji secara mendalam objek penelitian dan menjelaskan penelitian secara apa adanya. Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan Focus Group Discussion, wawancara, dan kajian pustaka.

Khalayak sasaran dalam strategi komunikasi membumikan nilai-nilai Pancasila adalah generasi milenial yang berjumlah 255 juta orang dan berusia 17-37 tahun di Indonesia. Pesan yang disampaikan berbentuk audio visual dengan tagar tertentu. Media yang digunakan adalah media online, khususnya media sosial seperti Facebook, Youtube, Whatsapp, Instagram, Line, Website, Blog, media tatap muka (dialog interaktif). Komunikator terpilih adalah influencer atau content creator.

Penelitian ini telah dipresentasikan oleh Wiaji Cahyaningrum, pada Konferensi Karya Tulis Ilmiah Kehumasan, yang diselenggarakan oleh Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas) secara virtual pada 22 Mei 2021. Penelitian ini dapat dibaca lebih lanjut di prosiding yang berjudul “Dinamika dan Strategi Humas Pemerintah di Indonesia” halaman 285 s.d. 301. Klik di sini untuk mengunduh.

(lnm/ip)