Jakarta, DJIKP - Pandemi Covid-19 mengubah pola aktivitas masyarakat yang biasanya dilakukan di ruang fisik menjadi pindah ke ruang digital, sehingga makin rentan terpapar hoaks di media sosial. Hoaks yang beredar sangat beragam dan merusak, antara lain klaim banyaknya kasus yang meninggal dunia akibat vaksin Covid-19 dan menyebut vaksin Covid-19 memiliki efek samping yang berbahaya.
Akibat percaya hoaks, sebagian masyarakat menjadi ragu mengikuti vaksinasi Covid-19. Sebagian warga asli Papua yang akan divaksinasi di Kabupaten Jayawijaya panik. Menurut Engelber Sorabut, Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, adanya hoaks dan kabar buruk mengenai vaksin membuat warga ragu menerima vaksinasi Covid-19 (Inews.id, 2021).
Menghadapi kondisi ini, Government Public Relations (GPR) harus mengubah strategi dalam berkomunikasi kepada masyarakat dengan menggunakan akun media sosial pribadinya. Waluyo dan Djaffar (2020) pernah melakukan penelitian berjudul “Tinjauan Peran Government Public Relations Era Revolusi Industri 4.0 untuk Bersikap Milenial”. Penelitian ini mendeskripsikan bahwa komunikasi publik yang dilakukan GPR tidak lagi sebatas media relations, namun GPR dituntut mengelola citra pemerintah dengan memanfaatkan orang ketiga (third party endorser).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian dengan judul “Pemanfaatan Media Sosial Pribadi Government Public Relations dalam Mengklarifikasi Hoaks Covid-19” dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang pemanfaatan media sosial pribadi GPR dalam mengklarifikasi hoaks Covid-19. Teori yang digunakan adalah teori Presentasi Diri dari Erving Goffman, yang menyatakan bahwa keberadaan kita dalam masyarakat seperti sebuah teater, ada panggung dan penontonnya. Panggung sendiri ada dua bagian utamanya, yaitu panggung depan (frontstage) dan panggung belakang (backstage).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara mendalam dan menyeluruh terhadap hasil penelitian mengenai suatu keadaan. Narasumber yang diwawancarai sebanyak 17 orang pejabat fungsional Pranata Humas, Penerjemah, Analis Kebijakan, dan fungsional umum di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akun media sosial yang diobservasi adalah akun pribadi Instagram dan Twitter narasumber sejak 2 Maret 2020, saat pertama kali Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyampaikan kasus pertama Covid-19 di Indonesia, sampai dengan 16 April 2021.
Sebagian narasumber telah memanfaatkan media sosial pribadi dalam mengklarifikasi hoaks Covid-19 dengan menggunakan akun pribadi khusus GPR yang berbeda dengan akun media sosial pribadi yang telah dimilikinya. Meskipun belum menjadi kegiatan yang rutin dilakukan dan tanpa pengukuran target, beberapa narasumber telah menjalankan peran GPR sebagai teknisi komunikasi dan fasilitator komunikasi dengan memanfaatkan media sosial pribadi Twitter, Instagram, Facebook, Whatsapp, Podcast, dan chatbot Telegram untuk mengunggah ulang (repost) konten klarifikasi hoaks Covid-19 dari media sosial dan laman resmi.
Penelitian ini merupakan karya Lida Noor Meitania, Pranata Humas Ahli Muda di Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, dengan predikat Penulis Karya Tulis Ilmiah Terbaik (best paper) dalam kegiatan Kelas Belajar Daring “Menulis dan Presentasi Karya Ilmiah” yang diselenggarakan oleh Ikatan Pranata Humas Indonesia (Iprahumas) dan telah dipresentasikan secara virtual pada 22 Mei 2021. Penelitian ini dapat dibaca lebih lanjut di prosiding yang berjudul “Dinamika dan Strategi Humas Pemerintah di Indonesia”, pada halaman 145 s.d. 164. Klik di sini untuk mengunduh.
(lnm/ip)